YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 30 November 2012

Perjuangan yang Tak Sia-sia


“kringgggg !!!”
Terdengar suara alarm berdering. Mataku yang berat kini mulai membuka perlahan-lahan, menyempatkan melihat jam.
“ whaaattt’ss!!”
jeritanku mengagetkan  seluruh penghuni rumah.  Ternyata jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku terbangun dari ranjang bergegas menuju kamar mandi. Padahal hari ini aku akan melakukan Pengenalan Kehidupan Kampus (PK2). Beginilah kebiasaan burukku yang gak bisa aku hiilangkan. Selalu tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.
*****

Nina itulah nama panggilanku.  Aku adalah anak tunggal. Itulah  sebabnya kadang aku merasa kesepian. Tetapi aku bersyukur meskipun tidak mempuyai saudara, aku masih memiliki orang tua yang selalu memberiku kasih sayang. So,  Aku tidak pernah haus kasih sayang. Aku baru pindah di sebuah kota Trend Center yaitu Bandung. Orang tua ku yang selalu berpindah tempat karena pekerjaan. Ayah yang bekerja menjadi seorang mandor disalah satu perkebunan teh. Sedangkan ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.Alasan itulah yang membuatku pindah ke Bandung. Kehidupan disini begitu menenangkan karena aku tinggal jauh dari kepenatan kota. Pedesaan yang selalu mengingatkan tentang masa kecilku. Sejak kecil aku tinggal di Bogor dan suasananya sama seperti disini. Merasakan  ketenangan hidup yang membuat suasana hatiku nyaman.
Tak terasa sekarang aku sudah menjadi mahasiswa baru di sebuah Universitas Negeri Bandung. Aku mengambil jurusan keperawatan. Cita- cita sejak kecil yang mendorongku mengambil jurusan itu. Jarak antara rumah dan kampusku lumayan jauh, sakitar 18 km. Tapi itu tak menjadi masalah bagiku karena aku mengendarai motor.
”Bu, aku berangkat dulu ya!!” ucapku sambil mencium tangan ibuku. Ayah sudah berangkat pagi sekali ke kantornya. Sudah menjadi hal biasa aku tak pernah berpamitan dengan ayah.
“ ati-ati Nak, jangan ngebut-ngebut!!” jawab ibu.
Dengan hati-hati aku mengendarai motor, meskipun kini aku sedang mengejar waktu karena kebiasan burukku. Kira-kira lama perjalananku sekitar 15 menit dan akhirnya sampailah ke tempat tujuan.
huft, untunglah masih belum telat.”ujar dalam hati.
Parkiran motor sudah mulai berdesakan. Tapi masih banyak ruang kosong yang tersisa, aku memarkirkan motorku. Sudah banyak mahasiswa baru yang berlalu-lalang dengan memakai atribut yang telah ditentukan. Demikian denganku yang memakai atribut hem putih, rok hitam dan sepatu fantovel. Beginilah mahasiswa baru yang begitu polosnya tidak tahu harus melakukan apa disini. Fakultas ini yang begitu luas, mampu menampung semua Mahasiswa Baru sekitar 150 dan rata- rata perempuan. Maklumlah rata-rata peminat dari jurusan ini kebanyakan cewek. Aku merasa terasingkan disini. Tak satupun seseorang yang aku kenal. Tapi aku mencoba untuk SKSD (sok kenal sok deket). Jurus ampuh mengenal satu sama lain.
“hai…!!!” sapaku sambil tersenyum ramah  pada seorang cewek yang sedang duduk sendirian.
“hmm, hai..!!”  balas sapanya dengan senyumnya yang manis.
“kenalin aku Nina,kamu??”sambil mengulurkan tanganku.
“ aku Ganis, salam kenal atuh!!”balasnya dengan logat Bandung sambil membalas uluran tanganku .
Aku membalasnya dengan senyum. Sekilas dalam penglihatanku cewek ini memiliki senyum yang begitu manis. Disamping itu, kerudung putihnya yang menambah pesona dirinya. Tapi pakaiannya yang begitu kusut dan sepatunya yang kotor membuat dia kelihatan lusuh. Kami terus saling mengobrol sambil memasuki ruangan karena acaranya akan dimulai. Kami bercerita panjang lebar meskipun acara Pengenalan Kehidupan Kampus (PK2) sudah lama dimulai. Ternyata Ganis adalah Mahasiswa Beasiswa dari pemerintah karena prestasi akademiknya. Tidak seperti aku yang masuk di Fakultas ini karena jalur PMDK. Kegiatan ini telah usai. Tetapi masih berlanjut tiga hari besok. Semua berhamburan keluar. Aku dan Ganis keluar menuju parkiran.
“aku duluan ya Nin!” ucap Ganis dengan say hello meninggalkanku.
dahhh, sampai ketemu besok yaa!!” balasku.
Aku masih mngamati Ganis dari kejauhan sambil menaiki motorku. Dia menuju kearah parkiran pojok. Tak kusangka dia mengambil sebuah sepeda. Sepeda yang sudah tua, usang dan sepertinya tidak layak pakai. Tiba-tiba aku menjadi penasaran dengan c ewek lugu ini. Seketika aku ingin pergi kerumahnya. Daripada aku sendirian dirumah. Akupun segera menghapirinya.
“ Nis, rumah kamu dimana??”  ucapku mengagetkan Ganis.
“eh, masih belum pulang atuh, Nin?? Emangnya ada apa atuh??” jawabnya dengan logat Bandungnya yang kental.
Gak papa!! Aku pengen maen kerumahmu gak papa kan??”
“ beneran  teh, kamu mau maen kerumah?? Rumahku jauh atuh Ni, terus aku naek sepeda kayuh lagi??”
“ ya gak papa lah, aku ngikutin kamu dari belakang udah. Gimana?? Boleh ya??” paksaku dengan rayuan lembut.
Akhirnya si Ganis mengangukkan kepalanya. Aku mengikuti Ganis dari belakang. Cewek ini mengayuh sepeda tuanya dengan semangat tanpa gengsi sedikitpun. Padahal banyak mahasiswa lain yang melihatnya dengan tatapan aneh. Bahkan ada yang menertawainya. Sepenglihatanku tak ada Mahasiswa lain yang mengendarai sepeda tua seperti Ganis. Kebanyakan banyak yang mengendarai motor sepertiku. Aku tak peduli dengan hal itu. Aku hanya penasaran dengan cewek ini.

********
Sesekali dia mengusap keringat yang keluar dari dahinya. Karena terik matahari yang tidak bersahabat. Kadang aku  berjalan disampingnya sambil mengobrol. Aku merasakan betapa jauh jarak tempuh rumah Ganis dari Kampus. Sekitar setengah jam perjalanan yang kami tempuh. Sungguh melelahkan sekali, padahal aku mengendarai motor. Akhirnya sampai disebuah perkampungan yang padat dengan rumah. Tetapi rumah Ganis berada diujung.
“ ini rumahku Nin. Capek ya Nin??  Maaf ya!”
gak papa lah, nyantai aja Nis!” ucapku.
Sontak dalam benakku melihat keadaan rumah Ganis. Rumah yang sudah tak terawat berbalut bambu. Beralas tanah dan kayu rapuh yang sudah tidak kuat menyangga rumah ini. Rumah yang seharusnya tidak layak untuk dihuni. Begitu memilukan melihat keadaan ini, sungguh menyedihkan. Dalam pikirku apakah Pemerintah tidak “melek” dengan keadaan warganya yang seperti ini. Sambil melihat kedalam dan sekelilingnya. Kami duduk di ruang tamu yang sangat sederhana dengan kursi plastik. Ganis  pergi kedalam.
“ini Nin minumnya. Beginilah rumahku teh.” Sambil menyodorkan air putih.
“makasih. Kok sepi Nis?? Kemana orang tuamu?”  spontan ucapku karena tak ada seorangpun yang tampak dirumah ini.
Ganis tersenyum dengan wajah sedih. Aku merasa,  apakah ada yang salah dengan ucapanku ini.
               “ orang tuaku sudah lama meninggal teh.”  Jawabnya dengan suara datar.
    “ maaf ya Nis, aku gak tau!!” ucapku dengan nada bersalah.
Ganis mengangguk. Dia pun mulai bercerita mengeluarkan semua kisahnya. Dia memang dari keluarga yang kurang berkecukupan. Dia merupakan anak tunggal seperti diriku. Sejak kecil dia dilatih untuk hidup mandiri.  Kadang- kadang dia berjualan kue  keliling untuk membantu ekonomi keluarga. Apalagi ayahnya yang sering sakit-sakitan dan Ibunya yang hanya bekerja sebagai buruh pabrik. Penghasilan yang didapat tidak dapat menanggung semuanya. Kadang untuk makan saja tidak cukup. Tetapi Ganis tetap bersekolah. Untung dia anak yang selalu berprestasi dalam akademiknya sehingga dia sering mendapatkan Beasiswa. Ganis dapat melanjutkan pendidikannya dengan Beasiswa tersebut sampai sekarang. Dia juga ingin mendirikan suatu Lembaga Kesehatan Masyarakat untuk orang yng tidak mampu. Oleh karena itu dia mengambil jurusan keperawatan.
Pada suatu saat ayahnya meninggal sejak dia SMP. Ibu yang sudah tua juga sering sakit-sakitan semenjak kepergian ayahnya. Sehingga Ganis sehabis pulang sekolah menggantikan ibunya bekerja di pabrik. Hingga tiba saat hari yang paling mengahancurkan hidupnya. Ibunya meninggal dunia karena sakit yang diderita sejak dia SMA. Semenjak itu, tidak ada lagi orang yang selalu dia sayangi disampingnya. Saudaranya yang jauh dan tak ada yang mau mengurusnya. Dia hhdup sebatang kara. Terkadang banyak orang yang mencaci maki dan ada juga yang mengasihinya. Tetapi dia tidak peduli dengan hal itu. Dia tetap bertahan dengan melihat terus melihat kedepan dan terus berjuang menjalani semua ini. Dia yakin bahwa nasib seseorang bisa diubah jika ada usaha dan kerja keras serta doa.
            Aku meneteskan air mata dengan deras. Terharu mendengar cerita Ganis yang sangat mnyedihkan. Aku mendekati Ganis yang terus bercerita dengan bercucuran air mata. Aku spontan memeluknya. Berharap dia tidak terus larut dalam kesedihannya. Tiba-tiba dalam benakku, aku terketuk ingin menemani, membantu dan menolongnya dalam suka maupun duka. Tidak berpikir bahwa dia tidak hidup sebatang kara dan sendirian. Aku ingin menjadi seorang sahabat yang selalu berada disampingnya. Sampai terlalu larut dalam kesedihan, sampai aku tidak merasakan bunyi handphone didalam tasku. Terlihat nama panggilan dari Ibuku.
“ assalamualaikum, apa Bu?”
“ waalaikumsalam, kamu dimana Nin?? Udah sore kok belum pulang?”
Aku melihat jam ditanganku, tak terasa menunjukkan pukul empat sore. Dengan memberikan beberapa alasan agar Ibuku tidak terlalu khawatir. Aku langsung berpamitan kepada Ganis dan memeluknya kembali meringankan kesedihannya lagi.
“ makasih ya Nis, aku pulang dulu.” Pamitku.
“iya sama-sama atuh, sering maen kesini lagi ya Nin.
Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Berlalu meninggalkan rumah Ganis. Sesekali melihat kearah kaca spion melihat lambaian tangan Ganis.
Dalam perjalanan aku sempat berpikir tentang cerita Ganis. betapa berat perjalanan hidup dan cobaan yang menerpanya. Tapi dia selalumenjalani hidup dengan penuh semangat dan kerja keras. Padahal kehidupanku lebih beruntung dibandingkan dia. Tetapi sikap kedewasaanku dengan Ganos sangat jauh berbeda. Aku sangat salut dengan cewek itu. Sekarang aku dapat memetik suatu arti tentang kehidupan.  Bahwa perjuangan dan pengorbanan itu tidak ada yang sia- sia mekipun sulit. Pasti pada akhirnya akan membuahkan hasil yang manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar