“kringgggg !!!”
Terdengar suara alarm berdering. Mataku yang berat kini mulai
membuka perlahan-lahan, menyempatkan melihat jam.
“ whaaattt’ss!!”
jeritanku
mengagetkan seluruh penghuni rumah. Ternyata jam menunjukkan pukul tujuh pagi.
Aku terbangun dari ranjang bergegas menuju kamar mandi. Padahal hari ini aku
akan melakukan Pengenalan Kehidupan Kampus (PK2). Beginilah kebiasaan burukku
yang gak bisa aku hiilangkan. Selalu
tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.
*****
Nina itulah nama panggilanku.
Aku adalah anak tunggal. Itulah
sebabnya kadang aku merasa kesepian. Tetapi aku bersyukur meskipun tidak
mempuyai saudara, aku masih memiliki orang tua yang selalu memberiku kasih
sayang. So, Aku tidak pernah haus kasih sayang. Aku baru pindah
di sebuah kota Trend Center yaitu
Bandung. Orang tua ku yang selalu berpindah tempat karena pekerjaan. Ayah yang
bekerja menjadi seorang mandor disalah satu perkebunan teh. Sedangkan ibu yang
berprofesi sebagai ibu rumah tangga.Alasan itulah yang membuatku pindah ke
Bandung. Kehidupan disini begitu menenangkan karena aku tinggal jauh dari
kepenatan kota. Pedesaan yang selalu mengingatkan tentang masa kecilku. Sejak
kecil aku tinggal di Bogor dan suasananya sama seperti disini. Merasakan ketenangan hidup yang membuat suasana hatiku
nyaman.
Tak terasa sekarang aku sudah menjadi mahasiswa baru di sebuah
Universitas Negeri Bandung. Aku mengambil jurusan keperawatan. Cita- cita sejak
kecil yang mendorongku mengambil jurusan itu. Jarak antara rumah dan kampusku
lumayan jauh, sakitar 18 km. Tapi itu tak menjadi masalah bagiku karena aku
mengendarai motor.
”Bu, aku berangkat dulu ya!!” ucapku sambil mencium tangan
ibuku. Ayah sudah berangkat pagi sekali ke kantornya. Sudah menjadi hal biasa
aku tak pernah berpamitan dengan ayah.
“ ati-ati Nak, jangan ngebut-ngebut!!”
jawab ibu.
Dengan hati-hati aku mengendarai motor, meskipun kini aku
sedang mengejar waktu karena kebiasan burukku. Kira-kira lama perjalananku
sekitar 15 menit dan akhirnya sampailah ke tempat tujuan.
”huft, untunglah
masih belum telat.”ujar dalam hati.
Parkiran
motor sudah mulai berdesakan. Tapi masih banyak ruang kosong yang tersisa, aku
memarkirkan motorku. Sudah banyak mahasiswa baru yang berlalu-lalang dengan
memakai atribut yang telah ditentukan. Demikian denganku yang memakai atribut
hem putih, rok hitam dan sepatu fantovel. Beginilah mahasiswa baru yang begitu
polosnya tidak tahu harus melakukan apa disini. Fakultas ini yang begitu luas,
mampu menampung semua Mahasiswa Baru sekitar 150 dan rata- rata perempuan.
Maklumlah rata-rata peminat dari jurusan ini kebanyakan cewek.
Aku merasa terasingkan disini. Tak satupun seseorang yang aku kenal. Tapi aku
mencoba untuk SKSD (sok kenal sok deket).
Jurus ampuh mengenal satu sama lain.
“hai…!!!” sapaku sambil tersenyum ramah pada seorang cewek yang sedang duduk sendirian.
“hmm, hai..!!” balas sapanya dengan senyumnya yang manis.
“kenalin aku Nina,kamu??”sambil mengulurkan tanganku.
“ aku Ganis, salam kenal atuh!!”balasnya dengan logat Bandung sambil membalas uluran tanganku .
“kenalin aku Nina,kamu??”sambil mengulurkan tanganku.
“ aku Ganis, salam kenal atuh!!”balasnya dengan logat Bandung sambil membalas uluran tanganku .
Aku
membalasnya dengan senyum. Sekilas dalam penglihatanku cewek ini memiliki senyum yang begitu manis. Disamping itu,
kerudung putihnya yang menambah pesona dirinya. Tapi pakaiannya yang begitu
kusut dan sepatunya yang kotor membuat dia kelihatan lusuh. Kami terus saling
mengobrol sambil memasuki ruangan karena acaranya akan dimulai. Kami bercerita
panjang lebar meskipun acara Pengenalan Kehidupan Kampus (PK2) sudah lama
dimulai. Ternyata Ganis adalah Mahasiswa Beasiswa dari pemerintah karena
prestasi akademiknya. Tidak seperti aku yang masuk di Fakultas ini karena jalur
PMDK. Kegiatan ini telah usai. Tetapi masih berlanjut tiga hari besok. Semua
berhamburan keluar. Aku dan Ganis keluar menuju parkiran.
“aku duluan ya Nin!” ucap Ganis
dengan say hello meninggalkanku.
“ dahhh,
sampai ketemu besok yaa!!” balasku.
Aku masih mngamati
Ganis dari kejauhan sambil menaiki motorku. Dia menuju kearah parkiran pojok.
Tak kusangka dia mengambil sebuah sepeda. Sepeda yang sudah tua, usang dan
sepertinya tidak layak pakai. Tiba-tiba aku menjadi penasaran dengan c ewek lugu ini. Seketika aku ingin pergi
kerumahnya. Daripada aku sendirian dirumah. Akupun segera menghapirinya.
“ Nis, rumah kamu dimana??” ucapku mengagetkan Ganis.
“eh, masih belum pulang atuh, Nin?? Emangnya ada apa atuh??” jawabnya dengan logat Bandungnya yang kental.
“eh, masih belum pulang atuh, Nin?? Emangnya ada apa atuh??” jawabnya dengan logat Bandungnya yang kental.
”Gak
papa!! Aku pengen maen kerumahmu gak papa kan??”
“ beneran teh,
kamu mau maen kerumah?? Rumahku jauh atuh Ni, terus aku naek sepeda kayuh
lagi??”
“ ya gak papa lah, aku ngikutin kamu dari belakang udah. Gimana?? Boleh ya??” paksaku dengan rayuan lembut.
“ ya gak papa lah, aku ngikutin kamu dari belakang udah. Gimana?? Boleh ya??” paksaku dengan rayuan lembut.
Akhirnya si Ganis mengangukkan kepalanya. Aku mengikuti Ganis
dari belakang. Cewek ini mengayuh
sepeda tuanya dengan semangat tanpa gengsi
sedikitpun. Padahal banyak mahasiswa lain yang melihatnya dengan tatapan aneh.
Bahkan ada yang menertawainya. Sepenglihatanku tak ada Mahasiswa lain yang
mengendarai sepeda tua seperti Ganis. Kebanyakan banyak yang mengendarai motor
sepertiku. Aku tak peduli dengan hal itu. Aku hanya penasaran dengan cewek ini.
********
Sesekali dia mengusap keringat yang keluar dari dahinya. Karena
terik matahari yang tidak bersahabat. Kadang aku berjalan disampingnya sambil mengobrol. Aku
merasakan betapa jauh jarak tempuh rumah Ganis dari Kampus. Sekitar setengah
jam perjalanan yang kami tempuh. Sungguh melelahkan sekali, padahal aku
mengendarai motor. Akhirnya sampai disebuah perkampungan yang padat dengan
rumah. Tetapi rumah Ganis berada diujung.
“ ini rumahku Nin. Capek ya Nin?? Maaf ya!”
“ gak papa lah, nyantai aja Nis!” ucapku.
“ gak papa lah, nyantai aja Nis!” ucapku.
Sontak
dalam benakku melihat keadaan rumah Ganis. Rumah yang sudah tak terawat
berbalut bambu. Beralas tanah dan kayu rapuh yang sudah tidak kuat menyangga
rumah ini. Rumah yang seharusnya tidak layak untuk dihuni. Begitu memilukan
melihat keadaan ini, sungguh menyedihkan. Dalam pikirku apakah Pemerintah tidak
“melek” dengan keadaan warganya yang
seperti ini. Sambil melihat kedalam dan sekelilingnya. Kami duduk di ruang tamu
yang sangat sederhana dengan kursi plastik. Ganis pergi kedalam.
“ini Nin minumnya. Beginilah rumahku teh.” Sambil menyodorkan air putih.
“makasih. Kok sepi Nis?? Kemana orang tuamu?” spontan ucapku karena tak ada seorangpun yang tampak dirumah ini.
“makasih. Kok sepi Nis?? Kemana orang tuamu?” spontan ucapku karena tak ada seorangpun yang tampak dirumah ini.
Ganis tersenyum
dengan wajah sedih. Aku merasa, apakah
ada yang salah dengan ucapanku ini.
“ orang tuaku sudah lama meninggal teh.” Jawabnya dengan suara datar.
“ orang tuaku sudah lama meninggal teh.” Jawabnya dengan suara datar.
“
maaf ya Nis, aku gak tau!!” ucapku
dengan nada bersalah.
Ganis
mengangguk. Dia pun mulai bercerita mengeluarkan semua kisahnya. Dia memang
dari keluarga yang kurang berkecukupan. Dia merupakan anak tunggal seperti
diriku. Sejak kecil dia dilatih untuk hidup mandiri. Kadang- kadang dia berjualan kue keliling untuk membantu ekonomi keluarga.
Apalagi ayahnya yang sering sakit-sakitan dan Ibunya yang hanya bekerja sebagai
buruh pabrik. Penghasilan yang didapat tidak dapat menanggung semuanya. Kadang
untuk makan saja tidak cukup. Tetapi Ganis tetap bersekolah. Untung dia anak
yang selalu berprestasi dalam akademiknya sehingga dia sering mendapatkan
Beasiswa. Ganis dapat melanjutkan pendidikannya dengan Beasiswa tersebut sampai
sekarang. Dia juga ingin mendirikan suatu Lembaga Kesehatan Masyarakat untuk
orang yng tidak mampu. Oleh karena itu dia mengambil jurusan keperawatan.
Pada suatu saat ayahnya meninggal sejak dia SMP. Ibu yang
sudah tua juga sering sakit-sakitan semenjak kepergian ayahnya. Sehingga Ganis
sehabis pulang sekolah menggantikan ibunya bekerja di pabrik. Hingga tiba saat
hari yang paling mengahancurkan hidupnya. Ibunya meninggal dunia karena sakit
yang diderita sejak dia SMA. Semenjak itu, tidak ada lagi orang yang selalu dia
sayangi disampingnya. Saudaranya yang jauh dan tak ada yang mau mengurusnya.
Dia hhdup sebatang kara. Terkadang banyak orang yang mencaci maki dan ada juga
yang mengasihinya. Tetapi dia
tidak peduli dengan hal itu. Dia tetap bertahan dengan melihat terus melihat
kedepan dan terus berjuang menjalani semua ini. Dia yakin bahwa nasib seseorang
bisa diubah jika ada usaha dan kerja keras serta doa.
Aku meneteskan air mata dengan
deras. Terharu mendengar cerita Ganis yang sangat mnyedihkan. Aku mendekati
Ganis yang terus bercerita dengan bercucuran air mata. Aku spontan memeluknya.
Berharap dia tidak terus larut dalam kesedihannya. Tiba-tiba dalam benakku, aku
terketuk ingin menemani, membantu dan menolongnya dalam suka maupun duka. Tidak
berpikir bahwa dia tidak hidup sebatang kara dan sendirian. Aku ingin menjadi
seorang sahabat yang selalu berada disampingnya. Sampai terlalu larut dalam
kesedihan, sampai aku tidak merasakan bunyi handphone
didalam tasku. Terlihat nama panggilan dari Ibuku.
“ assalamualaikum, apa Bu?”
“ waalaikumsalam, kamu dimana Nin?? Udah sore kok belum pulang?”
“ waalaikumsalam, kamu dimana Nin?? Udah sore kok belum pulang?”
Aku
melihat jam ditanganku, tak terasa menunjukkan pukul empat sore. Dengan
memberikan beberapa alasan agar Ibuku tidak terlalu khawatir. Aku langsung
berpamitan kepada Ganis dan memeluknya kembali meringankan kesedihannya lagi.
“ makasih ya Nis, aku pulang dulu.”
Pamitku.
“iya sama-sama atuh, sering maen
kesini lagi ya Nin.
Aku
menganggukkan kepala sambil tersenyum. Berlalu meninggalkan rumah Ganis.
Sesekali melihat kearah kaca spion melihat lambaian tangan Ganis.
Dalam perjalanan aku
sempat berpikir tentang cerita Ganis. betapa berat perjalanan hidup dan cobaan
yang menerpanya. Tapi dia selalumenjalani hidup dengan penuh semangat dan kerja
keras. Padahal kehidupanku lebih beruntung dibandingkan dia. Tetapi sikap
kedewasaanku dengan Ganos sangat jauh berbeda. Aku sangat salut dengan cewek
itu. Sekarang aku dapat memetik suatu arti tentang kehidupan. Bahwa perjuangan dan pengorbanan itu tidak
ada yang sia- sia mekipun sulit. Pasti pada akhirnya akan membuahkan hasil yang
manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar