YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 14 Desember 2015

Tujuh November : Resah

Resah, menjauhlah dariku malam ini. Aku hanya ingin tidur saja. Tanpa memikirkan sesuatu yang 'absurd'. Cukup. Aku lelah.
Kamu tahu, kamu menganggu. Bukan sekali dua kali. Terlalu sering. Dan aku sering dikalahkan olehmu.

Beruntung malam ini tidak turun hujan. Itu membuatmu semakin kuat. Aku sangat bersyukur. Setidaknya malam ini, aku hanya mendengar lagu menye-menye saja dan menceritakan tentangmu. Hingga aku tertidur. Sangat tidak produktif.

Resah, kapan kamu berhenti atau punah di dunia ini? Ah, aku lupa. Kamu ada, karna manusia ada. Pikiran manusialah yang menciptakanmu. Termasuk aku. Lucu sekali. Maaf amnesiaku sedang kambuh.

Berarti jika kamu punah, manusia juga harus punah? Atau pikiran manusia yang harus 'dimatikan'. Susah sekali berurusan denganmu.
Resah, malam ini aku ingin menyampaikan padamu. Aku ingin menularkanmu kepada seseorang. Agar aku tidak sendirian menyalahkanmu. Melakukan sesuatu yang tidak produktif sendirian. Aku ingin berkompromi denganmu. Sekali ini saja. Tularilah dan ganggulah Dia. Biar Dia juga merasakan apa yang aku rasakan.

Cepatlah, aku hanya ingin tahu. Apakah dia akan menang atau kalah denganmu. Aku berharap semoga Dia kalah.
Resah, setelah kamu berhasil menganggunya, sampaikan padanya aku tidak ingin menyiksanya. Aku tidak akan pernah melakukan itu. Entahlah. Aku hanya ingin Dia tahu, aku tidak pernah main". Aku serius.

Selama ini, aku sayang Dia. Itu saja.
Jika kamu kalah dan Dia menang, itu berarti kamu harus mengalah dan menjauh. Jangan memaksanya. Kasihan. Setidaknya kamu sudah berjuang.

Tolong beritahu secepatnya. Aku menunggu. Terimakasih.

Kamis, 04 September 2014

Pak Hor

Kurang lebih 12 jam atau setengah hari, saya bergumul dengan jalanan kampus. Memnyusuri tempat demi tempat dibawah cahaya matahari yang membakar kulit. Merasakan kepulan asap bermotor dimana-mana. Beginilah kota Jember yang semakin lama memperlihatkan perubahannya.

Ketika panas jalanan tidak bisa berkompromi, tak menyulutkan niatan kami-saya dan beberapa kawan manifest- mengunjungi panti asuhan di daerah Jember. Bukan untuk bakti sosial ataupun sosialisasi, hanya sebagai rasa syukur kami. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam perjalanannya di salah satu panti asuhan Ar-Rahman Jalan Danau Toba. Jalannya pun sangat lancar tanpa hambatan.

Sekitar 10 menit saja kami sampai di yayasan itu. Letaknya juga sangat mudah dijangkau kendaraan, tepat dipinggir jalan besar. Tampak dari luar suasana cukup lengang ketika berada di area parkiran. Tanpa pikir panjang kami langsung masuki rumah itu. Hanya menemukan beberapa anak yang ada di dalam ruangan itu. Tak ramai. Mungkin sebagian masih belum pulang sekolah.

Lalu kami disambut dengan seorang bapak dan mempersilahkan kami untuk duduk di ruang tamu. Setelah memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami disana, dengan duduk santai kami mengobrol dengan bapak itu.

Seingat saya nama bapak itu pak Hor. Beliau terlihat masih segar dan mampu menjawab beberapa pertanyaan kami ketika itu. Usianya sudah menginjak 70 tahun, dan tak heran rambutnya yang memutih. Matanya yang sayu tanpa alat bantu kacamata itu tetap terfokus memandang kami.

Sudah kurang lebih 20 tahun, beliau bersama sang istri mengabdi di yayasan tersebut. Sejak yayasan panti asuhan itu dibangun. Pak Hor dan sang istri rela bekerja untuk mengurusi anak-anak dan tinggal disana. Seperti menyiapkan makanan mereka dan membersihkan rumah.

Sesekali setiap hari jika ada waktu mereka pulang dirumah mereka, menyempatkan menjenguk keluarga mereka yang letaknya tidak jauh dari yayasan itu. Hanya beberapa meter saja. "Dekat rumah saya dari sini", kata Pak Hor.

Selama 20 lebih mereka mengabdi disana, beliau mengungkapkan tidak pernah kekurangan. "Ada saja yang ngasih", tutur beliau. Dan ketika saya menanyakan bagaimana rasanya bekerja mengurus anak-anak itu, beliau hanya menjawab "sudah biasa".

Entah kenapa jawaban itu membuat saya terenyuh, dan tiba-tiba teringat bapak saya. Meskipun umur bapak saya dan pak Hor selisih beberapa tahun. Mata sayu itu mengajarkan kesabaran beliau menghadapi situasi apapun. ketulusan dan keikhlasan pak Hor , tak bisa diganti oleh apapun.

Pak Hor terima kasih untuk hari ini yang mengingatkan kami semua untuk terus bersyukur. Semoga pak Hor dan sekeluarga diberi kesehatan selalu. Aminnn

Selasa, 02 September 2014

Istirahat dulu

Seharian ini saya hanya berkutat didean laptop. Menulis sebuah cerita pendek fiktif. Awalnya saya begitu bersemangat ketika menemukan ide cerita yang akan saya tulis. Bisa dibilang runtut ceritanya dalam bayangan saya. Tapi ketika dituangkan dalam tulisan sedikit sulit untuk mendeskripsikannya.

Saya terus mencoba memaksakan untuk terus melanjutkan tulisannya. Tapi tetap saja tak rampung. Bayangan saya ini hari ini saya akan menyelesaikan setidaknya setengah cerita. Ternyata meleset.

Selama berjam-jam hanya menulis satu halaman. Itupun hanya awalannya saja. Dan meskipun dilanjutkanpun tetap stuck. Akhirnya saya memilih untuk berhenti dan melanjutkannya nanti. Ditambah semangat yang tadinya menggebu-gebu sekarang jadi luntur.

Bukan hanya satu atau dua kali seperti itu bahkan sering setiap ingin menulis. Jujur saja saya sangat benci dengan keadaan seperti itu. Pastinya bukan saya saja yang mengalami itu, orang lainpun pernah. Memang itu seperti penyakit yang menganggu untuk orang-orang ingin menulis.

Ketika lagi stuck atau macet untuk menulis, tiba-tiba saya teringat perkataan beberapa kawan untuk berhenti sejenak atau istirahat. Kemudian dilanjutkan kembali ketika pikiran sedang fresh. Yah benar tak perlu dipaksakan menulis.

Istirahat dan nanti dilanjutkan lagi. Semangat yang sekarang lagi menulis.

Selasa, 26 Agustus 2014

Satu Tahun

Terus mencoba menghindari diri dari sesuatu yang membosankan. Rutinitas yang selalu saja seperti matahari terbit menjelang pagi dan terbenam menjelang malam. Tetap seperti itu, tak pernah berubah. Itupun jika kiamat.

Yah ini hanya sekedar celotehan dari manusia biasa yang ingin berubah. Tidak stuck 'ditempat' yang sama dan terus berproses sampai umur ini habis dimakan waktu.

Terkadang ingin terus berlari, mencari, dan akhirnya menemukan sesuatu yang bisa membawa 'perubahan' dalam diri. Tetapi terkadang juga ingin berhenti dan mati. Dan itu seperti 'batu besar' yang menjadi penghambat.

Saat berhenti dan mati itulah muncul sebuah perenungan diri. Isi otak yang terus 'bergelut' ketika itu. Apakah akan selalu seperti ini?? Memang dasar pemikir, moody, dan manusia cengeng.

Ketika merenung, sebuah pikiran mendorong untuk berlari bahkan ingin terus berlari. Dan 'batu besar' itu, tak pernah bisa dilemparkan begitu saja. Butuh palu atau alat pemecah lainnya agar bisa menghancurkannya. Meskipun lelah, yah tentu saja.

Terhitung sudah satu tahun berhenti dan mati. Dan sekarang mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berlari dan terus berlari.

Kamis, 28 November 2013

Sederetan Pertanyaan



Akhir-akhir ini aku sering sekali berpikir.  Bukan berarti selama hidupku aku tak berpikir tentang sesuatu hal. Tapi beberapa minggu ini aku sering melamun, merenung sesuatu mengenai kehidupanku yang kadang menggangu pikiranku sendiri.  Kadang berimajinasi dan berkhayal dengan pikiran-pikiranku sendiri.
Saat melakukan apa saja dan sesibuk apapun aktifitas yang kulakukan, ada saja yag kupikirkan. Seperti roh yang meninggalkan jasadnya. Dan beruntunglah aku masih hidup dan tidak menjadi mayat hidup.
Jika ditanyaa apa yang kupikirkan? Mungkin seperti deretan-deretan pertanyaan yang kususunan sendiri dalam sebuah pemikiran-pemikiran yang terus berulang-ulang terjebak dalam otak. Tentang hidup, tentang keinginan, tentang keresahan, tentang masa depan, tentang hal yang menggelitikan, tentang semua hal mengenai kehidupanku ini. Mempertanyakan semua hal untukku sendiri, yang terkadang tak mampu untuk ku jawab.

Selasa, 05 November 2013

Tentang Kamu


Semuanya terasa berbeda tidak seperti dulu. Apa hanya sekedar perasaan ini saja yang terlalu ingin disampingmu ataukah perasaan ini terlalu egois. Setidaknya itu yang membuat perasaan ini bertahan. Disisi lain perasaan yang tidak ingin tersakiti lagi. Tidak bisa menyalahkan memang, jika perasaan ini masih tetap ada dan semakin membuatku merasakan rasa sakit yang mendalam
Kerinduan yang aku rasakan, seakan seperti memeluk bulan.
****
Pandanganku langsung tertuju pada sebuah benda kotak persegi panjang ukuran besar yang terbungkus kertas berwarna cokelat muda dan terbalut pita pink diatasnya terlentang diatas tempat tidur. Benda besar itu seakan menyambutku ketika aku membuka pintu kamar. Entah kenapa pikiranku tiba-tiba langsung mengarah pada kejadian teror bom berupa kiriman-kiriman paket misterius yang akhir-akhir ini marak diberitakan. Ditambah sekarang menunjukkan jam malam. Tak seorangpun penghuni rumah yang  mungkin sekedar memberikan informasi tentang asal-usul benda misterius ini karena sudah tertidur pulas Ketakutan tiba-tiba menjalar pada diriku.
Argh.. mungkin aku terlalu terhanyut dalam pikiranku sendiri yang tak sepenuhnya benar. Juga mungkin efek kelelahan karena kegiatan di kampus hari ini yang sangat padat. Rasa penasaranku membuyarkan semua pikiran negatif  yang sempat terlintas. Tanpa berpikir panjang lagi aku membuka bungkusan  paket misterius itu.
Lukisan?? Sejenak kuperhatikan lukisan tersebut. Lukisan yang tergoreskan dalam kanvas menggambarkan sebuah panorama pantai yang sangat tenang. Dengan semburan-semburan warna yang indah seakan tidak bosan-bosannya aku menikmatinya. Kuperhatikan kembali secara lebih detail lukisan itu,  tampak terlihat jelas sosok perempuan dengan topi jerami cokelat tua menikmati indahnya dan ketenangan birunya samudra ditepi pantai. Mataku kemudian beralih pada serangkaian tulisan yang tercantum berada dibawah lukisan itu “For Mbem tersayang, Happy Universery 2nd”.
Senyumku tak bisa tertahankan lagi. Seketika aku langsung merogoh tas mencari handphone dan mengetik beberapa angka. Terdengar suara laki-laki.
“Hallo Mbem sayang, gimana kamu suka gak?”
“ hmm, gimana ya??” kataku dengan suara menggoda.
“ Sepertinya aku gak bisa tidur kalo kamu gak suka” suaranya terdengar sedih dan kecewa
“Abi sayang, sepertinya aku yang sebentar lagi gak bisa tidur karena aku sangat bahagia sekarang. Makasih ya lukisannya aku  sukaa, pake banget” jawabku sambil memandang lukisan yang masih berada dalam pangkuanku.
“hehe.. iya sayang sama-sama. Aku juga bahagia karena dua tahun kita pacaran kamu udah  nemenin aku, udah sayang sama aku  meskipun aku jarang mandi” sambil ketawa lebar.

“ bukan jarang tapi sering, iya sayang aku juga makasih buat satu tahun selama kita pacaran kamu bikin aku ketawa terus tapi lebih banyak  bikin aku ngambek” cerutuku.
“hehe.. iya sayang  maaf. Ya udah bobok sana, udah  malem besok kan  kamu ada kuliah pagi. Aku sayang kamu Mbem” suaranya lembut seakan m
“ iya jelek. Kamu sekarang udah kayak emak-emak ya, cerewet. Aku juga sayang banget sama kamu Bi” balasku dengan tersenyum simpul. 

****

Sabtu, 19 Oktober 2013

Berpura-pura saja



Menerima atau aku harus berpura-pura saja. Kenyataan yang seperti menempatkan diriku pada suatu pilihan. Bagaimana pilihan itu yang menyulitkan untukku, bukan untuk mereka. Dan mereka menginginkanku untuk menerima kenyataan ini.
Bagi mereka keputusanku sangat menentukan kehidupannya. Bagi mereka, menginginkan aku tidak menentang kenyataan ini. Benar, mereka sangat sangat menginginkan aku menerimanya. Hanya menerimanya. Setidaknya hal itu bisa meringankan beban dipikirannya kata mereka.
Itu semua dari sudut pandang mereka, bagaimana dari sudut pandangnya. Apakah keputusanku akan berpengaruh pada pilihan hidupnya. Bahkan jika  sebenarnya aku ingin menolak kenyataan ini. Apa mungkin akan mengubah pada pilihan hidupnya. Hal itu yang menyulitkan bagiku paa keputusan yang absurd.