YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 04 September 2014

Pak Hor

Kurang lebih 12 jam atau setengah hari, saya bergumul dengan jalanan kampus. Memnyusuri tempat demi tempat dibawah cahaya matahari yang membakar kulit. Merasakan kepulan asap bermotor dimana-mana. Beginilah kota Jember yang semakin lama memperlihatkan perubahannya.

Ketika panas jalanan tidak bisa berkompromi, tak menyulutkan niatan kami-saya dan beberapa kawan manifest- mengunjungi panti asuhan di daerah Jember. Bukan untuk bakti sosial ataupun sosialisasi, hanya sebagai rasa syukur kami. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam perjalanannya di salah satu panti asuhan Ar-Rahman Jalan Danau Toba. Jalannya pun sangat lancar tanpa hambatan.

Sekitar 10 menit saja kami sampai di yayasan itu. Letaknya juga sangat mudah dijangkau kendaraan, tepat dipinggir jalan besar. Tampak dari luar suasana cukup lengang ketika berada di area parkiran. Tanpa pikir panjang kami langsung masuki rumah itu. Hanya menemukan beberapa anak yang ada di dalam ruangan itu. Tak ramai. Mungkin sebagian masih belum pulang sekolah.

Lalu kami disambut dengan seorang bapak dan mempersilahkan kami untuk duduk di ruang tamu. Setelah memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami disana, dengan duduk santai kami mengobrol dengan bapak itu.

Seingat saya nama bapak itu pak Hor. Beliau terlihat masih segar dan mampu menjawab beberapa pertanyaan kami ketika itu. Usianya sudah menginjak 70 tahun, dan tak heran rambutnya yang memutih. Matanya yang sayu tanpa alat bantu kacamata itu tetap terfokus memandang kami.

Sudah kurang lebih 20 tahun, beliau bersama sang istri mengabdi di yayasan tersebut. Sejak yayasan panti asuhan itu dibangun. Pak Hor dan sang istri rela bekerja untuk mengurusi anak-anak dan tinggal disana. Seperti menyiapkan makanan mereka dan membersihkan rumah.

Sesekali setiap hari jika ada waktu mereka pulang dirumah mereka, menyempatkan menjenguk keluarga mereka yang letaknya tidak jauh dari yayasan itu. Hanya beberapa meter saja. "Dekat rumah saya dari sini", kata Pak Hor.

Selama 20 lebih mereka mengabdi disana, beliau mengungkapkan tidak pernah kekurangan. "Ada saja yang ngasih", tutur beliau. Dan ketika saya menanyakan bagaimana rasanya bekerja mengurus anak-anak itu, beliau hanya menjawab "sudah biasa".

Entah kenapa jawaban itu membuat saya terenyuh, dan tiba-tiba teringat bapak saya. Meskipun umur bapak saya dan pak Hor selisih beberapa tahun. Mata sayu itu mengajarkan kesabaran beliau menghadapi situasi apapun. ketulusan dan keikhlasan pak Hor , tak bisa diganti oleh apapun.

Pak Hor terima kasih untuk hari ini yang mengingatkan kami semua untuk terus bersyukur. Semoga pak Hor dan sekeluarga diberi kesehatan selalu. Aminnn

Selasa, 02 September 2014

Istirahat dulu

Seharian ini saya hanya berkutat didean laptop. Menulis sebuah cerita pendek fiktif. Awalnya saya begitu bersemangat ketika menemukan ide cerita yang akan saya tulis. Bisa dibilang runtut ceritanya dalam bayangan saya. Tapi ketika dituangkan dalam tulisan sedikit sulit untuk mendeskripsikannya.

Saya terus mencoba memaksakan untuk terus melanjutkan tulisannya. Tapi tetap saja tak rampung. Bayangan saya ini hari ini saya akan menyelesaikan setidaknya setengah cerita. Ternyata meleset.

Selama berjam-jam hanya menulis satu halaman. Itupun hanya awalannya saja. Dan meskipun dilanjutkanpun tetap stuck. Akhirnya saya memilih untuk berhenti dan melanjutkannya nanti. Ditambah semangat yang tadinya menggebu-gebu sekarang jadi luntur.

Bukan hanya satu atau dua kali seperti itu bahkan sering setiap ingin menulis. Jujur saja saya sangat benci dengan keadaan seperti itu. Pastinya bukan saya saja yang mengalami itu, orang lainpun pernah. Memang itu seperti penyakit yang menganggu untuk orang-orang ingin menulis.

Ketika lagi stuck atau macet untuk menulis, tiba-tiba saya teringat perkataan beberapa kawan untuk berhenti sejenak atau istirahat. Kemudian dilanjutkan kembali ketika pikiran sedang fresh. Yah benar tak perlu dipaksakan menulis.

Istirahat dan nanti dilanjutkan lagi. Semangat yang sekarang lagi menulis.

Selasa, 26 Agustus 2014

Satu Tahun

Terus mencoba menghindari diri dari sesuatu yang membosankan. Rutinitas yang selalu saja seperti matahari terbit menjelang pagi dan terbenam menjelang malam. Tetap seperti itu, tak pernah berubah. Itupun jika kiamat.

Yah ini hanya sekedar celotehan dari manusia biasa yang ingin berubah. Tidak stuck 'ditempat' yang sama dan terus berproses sampai umur ini habis dimakan waktu.

Terkadang ingin terus berlari, mencari, dan akhirnya menemukan sesuatu yang bisa membawa 'perubahan' dalam diri. Tetapi terkadang juga ingin berhenti dan mati. Dan itu seperti 'batu besar' yang menjadi penghambat.

Saat berhenti dan mati itulah muncul sebuah perenungan diri. Isi otak yang terus 'bergelut' ketika itu. Apakah akan selalu seperti ini?? Memang dasar pemikir, moody, dan manusia cengeng.

Ketika merenung, sebuah pikiran mendorong untuk berlari bahkan ingin terus berlari. Dan 'batu besar' itu, tak pernah bisa dilemparkan begitu saja. Butuh palu atau alat pemecah lainnya agar bisa menghancurkannya. Meskipun lelah, yah tentu saja.

Terhitung sudah satu tahun berhenti dan mati. Dan sekarang mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berlari dan terus berlari.